Bagikan ke:

Diabetes Melitus tipe 2 (DMT2) merupakan salah satu penyakit metabolik yang prevalensinya terus meningkat di Indonesia dan dunia. Kondisi ini memerlukan penanganan serius, pemahaman mendalam, dan pengelolaan jangka panjang. 

Dalam data Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan bulan Mei 2024, prevalensi diabetes melitus tipe 2 di Indonesia terus mengalami peningkatan, dengan Provinsi Sulawesi Selatan mencapai angka 44,4%. 

Ketahui secara komprehensif tentang diabetes melitus tipe 2, mulai dari definisi, gejala, penyebab, hingga penanganan dan pengobatannya.

Apa itu Diabetes Melitus Tipe 2?

Diabetes Melitus Tipe 2 adalah gangguan metabolik kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat resistensi insulin atau produksi insulin yang tidak memadai. 

Pada kondisi ini, tubuh masih mampu memproduksi insulin, namun sel-sel tubuh tidak merespons insulin sebagaimana mestinya (resistensi insulin), atau pankreas tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup untuk mengontrol kadar glukosa darah.

DMT2 merupakan tipe diabetes yang paling umum, mencakup sekitar 90-95% dari semua kasus diabetes di dunia. 

Berbeda dengan diabetes tipe 1 yang umumnya muncul sejak usia muda, DMT2 lebih sering terdiagnosis pada orang dewasa, meskipun sekarang semakin banyak ditemukan pada anak-anak dan remaja seiring dengan meningkatnya obesitas di kalangan usia muda.

Penyebab Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes Melitus Tipe 2 disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Berikut adalah beberapa faktor utama yang berkontribusi pada perkembangan DMT2:

1. Resistensi Insulin

Kondisi di mana sel-sel otot, lemak, dan hati tidak merespons insulin dengan baik, sehingga gula darah tidak dapat masuk ke dalam sel untuk diubah menjadi energi.

2. Disfungsi Sel Beta Pankreas

Sel beta pankreas yang memproduksi insulin mengalami gangguan fungsi, sehingga tidak dapat memproduksi insulin yang cukup untuk mengimbangi resistensi insulin.

3. Faktor Genetik

Riwayat adanya anggota keluarga dengan diabetes dapat meningkatkan risiko seseorang mengembangkan DMT2.

4. Obesitas dan Kelebihan Berat Badan

Lemak tubuh berlebih, terutama di area perut, meningkatkan resistensi insulin.

5. Gaya Hidup Tidak Aktif

Aktivitas fisik dapat membantu glukosa masuk ke dalam sel-sel otot sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah, dan kurangnya aktivitas fisik berkontribusi pada perkembangan resistensi insulin.

6. Usia

Risiko DMT2 dapat meningkat seiring bertambahnya usia seseorang, terutama setelah 45 tahun.

7. Riwayat Diabetes Gestasional

Wanita yang pernah mengalami diabetes selama kehamilan berisiko lebih tinggi mengembangkan DMT2 di kemudian hari.

8. Etnis

Beberapa kelompok etnis memiliki risiko lebih tinggi, termasuk Afrika Amerika, Hispanik/Latin, Amerika Indian, dan Asia Tenggara.

Gejala Diabetes Melitus Tipe 2

Poliuria (Sering Buang Air Kecil) merupakan Gejala Diabetes Melitus Tipe 2

Gejala DMT2 seringkali berkembang secara perlahan dan dapat tidak terdeteksi selama bertahun-tahun. Beberapa individu mungkin tidak menunjukkan gejala sama sekali hingga komplikasi muncul. Gejala atau ciri-ciri diabetes melitus tipe 2 meliputi:

1. Poliuria (Sering Buang Air Kecil)

Kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan ginjal bekerja lebih keras untuk menyaring dan menyerap kembali glukosa. Ketika ginjal tidak dapat mengimbangi, glukosa dibuang melalui urin, menarik lebih banyak air, sehingga meningkatkan produksi urin.

2. Polidipsia (Sering Merasa Haus)

Peningkatan produksi urin menyebabkan dehidrasi, sehingga tubuh memberikan sinyal rasa haus untuk mengkompensasi kehilangan cairan.

3. Penurunan Berat Badan Tanpa Sebab

Meskipun makan banyak, tubuh tidak dapat menggunakan glukosa untuk energi, sehingga mulai membakar lemak dan otot, menyebabkan penurunan berat badan.

4. Kelelahan

Sel-sel tubuh tidak mendapatkan energi yang cukup dari glukosa, menyebabkan rasa lelah yang persisten.

5. Pandangan Kabur

Kadar glukosa darah tinggi dapat menyebabkan perubahan sementara pada lensa mata, yang mempengaruhi ketajaman penglihatan.

6. Infeksi yang Sering Terjadi

Kadar glukosa darah tinggi mengganggu sistem kekebalan tubuh, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi, terutama pada kulit, gusi, dan saluran kemih.

7. Luka yang Lambat Sembuh

Sirkulasi darah yang buruk dan fungsi sistem kekebalan yang terganggu memperlambat penyembuhan luka.

Perbedaan Diabetes Tipe 1 dan 2

Ilustrasi Perbedaan Diabetes Tipe 1 dan 2

Pemahaman tentang perbedaan antara diabetes tipe 1 dan tipe 2 sangat penting untuk pengelolaan yang tepat. Berikut adalah perbedaan utama antara kedua tipe diabetes tersebut:

1. Patofisiologi

  • Tipe 1: Destruksi sel beta pankreas karena autoimunitas, menyebabkan defisiensi insulin absolut
  • Tipe 2: Resistensi insulin dengan defisiensi insulin relatif atau keduanya

2. Usia Onset

  • Tipe 1: Umumnya pada anak-anak dan dewasa muda
  • Tipe 2: Umumnya pada orang dewasa, namun semakin sering terjadi pada anak dan remaja

3. Onset Gejala

  • Tipe 1: Cepat (hari hingga minggu)
  • Tipe 2: Bertahap (bulan hingga tahun)

4. Kebutuhan Insulin

  • Tipe 1: Mutlak, sejak awal diagnosis
  • Tipe 2: Mungkin diperlukan setelah beberapa tahun, tergantung progresivitas penyakit

5. Prevalensi

  • Tipe 1: Sekitar 5-10% dari semua kasus diabetes
  • Tipe 2: Sekitar 90-95% dari semua kasus diabetes

Pengobatan Diabetes Tipe 2

Ilustrasi Pengobatan Diabetes Tipe 2

Pengelolaan DMT2 melibatkan pendekatan komprehensif yang berfokus pada pengendalian kadar glukosa darah, modifikasi gaya hidup, dan pencegahan komplikasi. Berikut adalah komponen utama dalam pengobatan DMT2:

1. Modifikasi Gaya Hidup

  • Pengaturan Pola Makan: Diet yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu dengan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis, dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri.
  • Aktivitas Fisik Teratur: Minimal 3-5 hari seminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit aktivitas aerobik intensitas sedang per minggu, seperti berjalan cepat, berenang, jogging, atau bersepeda santai.
  • Manajemen Berat Badan: Penurunan berat badan 5-10% dari berat badan awal dapat meningkatkan sensitivitas insulin secara signifikan.
  • Berhenti Merokok dan Membatasi Konsumsi Alkohol: Keduanya dapat memperburuk komplikasi diabetes.

2. Terapi Farmakologis

  • Metformin: Biasanya menjadi lini pertama, bekerja dengan mengurangi produksi glukosa hati dan meningkatkan sensitivitas insulin.
  • Sulfonilurea: Meningkatkan sekresi insulin oleh pankreas.
  • Thiazolidinediones (TZDs): Meningkatkan sensitivitas insulin di jaringan perifer.
  • Inhibitor DPP-4: Meningkatkan kadar inkretin, yang merangsang pelepasan insulin dan mengurangi produksi glukosa hati.
  • Inhibitor SGLT-2: Mencegah reabsorpsi glukosa oleh ginjal, meningkatkan ekskresi glukosa melalui urin.
  • Agonis Reseptor GLP-1: Meningkatkan pelepasan insulin terutama saat kadar glukosa darah meningkat dan memperlambat pengosongan lambung sehingga mencegah lonjakan gula darah yang besar setelah makan.
  • Insulin: Diindikasikan pada pasien dengan dekompensasi metabolik berat atau kegagalan terapi oral.

3. Pemantauan Rutin

  • Pemantauan Kadar Glukosa Darah Mandiri: Menggunakan glukometer untuk memantau kadar glukosa harian.
  • Pemeriksaan HbA1c: Pemeriksaan setiap 3-6 bulan untuk mengevaluasi kontrol glukosa jangka panjang.
  • Skrining Komplikasi: Pemeriksaan mata, ginjal, kaki, dan kardiovaskular secara berkala.

Komplikasi Diabetes Tipe 2

Ilustrasi Komplikasi Diabetes Tipe 2

Diabetes Melitus Tipe 2 yang tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius. Komplikasi ini dapat dikategorikan menjadi komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler:

1. Komplikasi Mikrovaskuler

  • Retinopati Diabetik: Kerusakan pembuluh darah kecil di retina yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan hingga kebutaan.
  • Nefropati Diabetik: Kerusakan ginjal yang dapat berkembang menjadi gagal ginjal kronis.
  • Neuropati Diabetik: Kerusakan saraf perifer yang menyebabkan gejala seperti kesemutan, mati rasa, nyeri, dan kelemahan pada ekstremitas.

2. Komplikasi Makrovaskuler

  • Penyakit Jantung Koroner: Peningkatan risiko serangan jantung dan penyakit jantung iskemik.
  • Penyakit Arteri Perifer: Sirkulasi darah yang buruk ke kaki, yang dapat menyebabkan nyeri saat berjalan dan meningkatkan risiko amputasi.
  • Stroke: Peningkatan risiko stroke iskemik dan hemoragik.

3. Komplikasi Lainnya

  • Kaki Diabetik: Kombinasi neuropati dan gangguan sirkulasi yang menyebabkan ulserasi kaki, infeksi, dan peningkatan risiko amputasi.
  • Infeksi Berulang: Kerentanan terhadap infeksi bakteri dan jamur, terutama pada kulit dan saluran kemih.

Tempat Cek Diabetes (Bisa Home Care)

Pemeriksaan diabetes yang tepat dan rutin merupakan komponen penting dalam mengelola diabetes. Salah satu klinik terkemuka yang menyediakan layanan pemeriksaan diabetes adalah Tirta Medical Centre (TMC).

TMC merupakan klinik medical check up dengan laboratorium terpercaya dan terbaik di Indonesia. Dengan pengalaman lebih dari 20 tahun, Laboratorium TMC mengikuti langkah penting (pre-analitik, analitik, dan post-analitik) untuk mendapatkan hasil laboratorium yang akurat sesuai kondisi pasien.

TMC memiliki lebih dari 30 cabang tersebar di seluruh Indonesia, termasuk Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Makassar, dan kota-kota besar lainnya, menjadikannya mudah diakses oleh masyarakat Indonesia.

Salah satu keunggulan TMC adalah layanan homecare, di mana Anda dapat melakukan pemeriksaan di rumah untuk berbagai jenis pemeriksaan laboratorium, termasuk:

  • Cek gula darah sewaktu: Rp40.000
  • Cek gula darah puasa: Rp40.000
  • Tes toleransi glukosa: Rp158.000
  • Pemeriksaan HbA1c: Rp185.000

Note: Harga dapat berubah sewaktu-waktu, Sahabat Tirta dapat menghubungi kami untuk update biaya pemeriksaan kesehatan untuk cek diabetes atau reservasi online di sini:

Pemeriksaan HbA1c sangat direkomendasikan untuk pasien diabetes karena memberikan gambaran kontrol gula darah selama 2-3 bulan terakhir, bukan hanya pada saat pemeriksaan.

Baca Juga: Gula Darah Normal

FAQ (Frequently Asked Questions)

Apakah diabetes tipe 2 butuh insulin?


Tidak semua pasien dengan diabetes tipe 2 membutuhkan insulin. Pengelolaan awal DMT2 umumnya melibatkan modifikasi gaya hidup dan obat antidiabetes oral. 

Namun, seiring perkembangan penyakit, kemampuan pankreas untuk memproduksi insulin semakin menurun. Pada tahap ini, sekitar 20-30% pasien DMT2 akhirnya membutuhkan terapi insulin untuk mengontrol kadar glukosa darah.

Insulin dapat diindikasikan pada pasien DMT2 dalam situasi berikut:
– Kegagalan terapi oral untuk mencapai target HbA1c
– Dekompensasi metabolik akut (ketoasidosis diabetikum atau status hiperglikemik hiperosmolar)
– Selama kehamilan atau menyusui
– Periode stres metabolik akut (infeksi berat, trauma, pembedahan mayor)


Apa diabetes tipe 2 dapat sembuh?


Secara konvensional, DMT2 dianggap sebagai kondisi kronis yang tidak dapat disembuhkan total. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa beberapa pasien dapat mencapai “remisi” atau “resolusi” diabetes, di mana kadar glukosa darah kembali normal tanpa memerlukan obat antidiabetes.

Remisi diabetes umumnya didefinisikan sebagai kadar HbA1c <6,5% selama minimal 3 bulan tanpa penggunaan obat antidiabetes. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan remisi meliputi:
– Penurunan berat badan yang signifikan (>15% dari berat badan awal)
– Durasi diabetes yang pendek (<6 tahun)
– Tidak menggunakan insulin


Berapa gula darah diabetes tipe 2?


Diagnosis DMT2 ditegakkan berdasarkan kriteria berikut:
– Glukosa darah puasa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L) setelah puasa minimal 8 jam
– Glukosa darah 2 jam postprandial ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L) dalam Tes Toleransi Glukosa Oral dengan beban glukosa 75 gram
– HbA1c ≥6,5% (48 mmol/mol)
– Glukosa plasma acak ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L) pada pasien dengan gejala klasik hiperglikemia

Untuk pasien yang sudah terdiagnosis DMT2, target kontrol glukosa darah yang direkomendasikan:
– Glukosa darah puasa: 80-130 mg/dL (4,4-7,2 mmol/L)
– Glukosa darah 2 jam postprandial: <180 mg/dL (10,0 mmol/L)
– HbA1c: <7,0% untuk kebanyakan pasien dewasa


Apa saja bahaya diabetes melitus tipe 2?


DMT2 yang tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius yang mengancam jiwa dan menurunkan kualitas hidup, antara lain:
1. Penyakit Kardiovaskular: Risiko penyakit jantung koroner, serangan jantung, stroke, dan penyakit arteri perifer meningkat 2-4 kali lipat pada penderita diabetes.
2. Kerusakan Ginjal (Nefropati Diabetik): Diabetes adalah penyebab utama gagal ginjal tahap akhir yang memerlukan dialisis atau transplantasi ginjal.
3. Kerusakan Saraf (Neuropati Diabetik): Menyebabkan mati rasa, kesemutan, nyeri, dan kelemahan, terutama pada kaki dan tangan.
4. Kerusakan Mata (Retinopati Diabetik): Penyebab utama kebutaan pada usia produktif di negara maju.
5. Kaki Diabetik: Kombinasi neuropati, gangguan sirkulasi, dan infeksi yang dapat menyebabkan ulserasi, gangren, dan akhirnya amputasi.

Dengan pengelolaan diabetes yang baik, termasuk kontrol glikemik, tekanan darah, dan lipid, serta skrining reguler, banyak komplikasi ini dapat dicegah atau ditunda.

Referensi:

Bagikan ke: