Autism Spectrum Disorder (ASD) atau gangguan spektrum autisme merupakan gangguan perkembangan neurologis kompleks yang mempengaruhi tiga area utama, yaitu kemampuan berkomunikasi, kemampuan sosial (berinteraksi dengan orang lain), dan pola perilaku anak.
Di Indonesia, Wakil Menteri Kesehatan, dr Dante Saksono Harbuwono, menyebut bahwa ada 2,4 juta anak dengan autisme, dengan angka prevalensi terus meningkat setiap tahunnya. Menurut World Health Organization (WHO), saat ini sekitar 1 dari 100 anak di dunia mengalami autisme (angka rata-rata global).
Penyebab autisme hingga kini masih menjadi topik penelitian intensif di dunia medis. Berbagai studi menunjukkan bahwa autisme bukanlah disebabkan oleh satu faktor tunggal, melainkan kombinasi kompleks dari faktor genetik dan faktor lingkungan yang saling berinteraksi.
Pemahaman yang baik tentang kedua faktor ini sangat penting bagi orang tua dan tenaga medis dalam upaya deteksi dini serta pemberian intervensi yang tepat.
Penyebab Autisme
Autisme merupakan gangguan perkembangan saraf yang dipengaruhi oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan.
Selain faktor keturunan, faktor lingkungan seperti infeksi selama kehamilan dan stres pada ibu hamil berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya autisme pada anak.
1. Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan kontributor utama dalam perkembangan autisme. Meta-analysis of 7 twin studies mengklaim bahwa 60 hingga 90% risiko autisme berasal dari genom.
Penelitian menunjukkan bahwa autisme cenderung diturunkan dalam keluarga – jika orang tua memiliki satu anak dengan autisme, kemungkinan memiliki anak autis lainnya lebih tinggi.
Mutasi genetik spesifik yang telah diidentifikasi terkait autisme meliputi gen SHANK3, CHD8, SCN2A, dan PTEN. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa mutasi pada gen-gen tertentu dapat meningkatkan risiko anak mengembangkan autisme.
Untuk sebagian orang, risiko tinggi ASD dapat dikaitkan dengan gangguan monogenetik seperti sindrom X fragile.
dr. Bernie Endyarni Medise, SpA(K), MPH memperkirakan dari 4,5 juta kelahiran anak per tahun di Indonesia, 1 dari 100 anak mengidap autism spectrum disorder.
Namun, mempunyai “gen risiko” bukan berarti pasti autisme, tetapi meningkatkan kemungkinan jika dipengaruhi faktor lain.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan memainkan peran penting dalam perkembangan autisme, terutama selama periode kehamilan dan awal kehidupan. National Institute of Environmental Health Sciences mengidentifikasi beberapa faktor lingkungan yang dapat meningkatkan risiko autisme:
– Infeksi Selama Kehamilan
Infeksi virus seperti infeksi rubella, cytomegalovirus (CMV), dan toksoplasmosis selama kehamilan dapat memicu peradangan pada ibu sehingga meningkatkan risiko autisme. Studi menunjukkan bahwa peradangan dalam tubuh ibu dapat mempengaruhi perkembangan otak janin.
– Faktor Perinatal
Prematuritas (lahir sebelum 37 minggu) dan berat badan lahir rendah meningkatkan risiko gangguan perkembangan otak. Usia orang tua yang sudah berumur juga dikaitkan dengan peningkatan risiko autisme.
Interaksi genetik dan lingkungan tampaknya menjadi kunci. Faktor lingkungan tertentu mungkin berinteraksi dengan gen tertentu untuk mengubah probabilitas diagnosis autisme.
Perawatan Untuk Anak dengan Autisme
Autisme bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan secara total, namun dengan terapi dan intervensi dapat membantu anak autis mengembangkan potensi dalam diri mereka dan meningkatkan kualitas hidup.
Deteksi dini dan intervensi sebelum usia 3 tahun memberikan manfaat jangka panjang yang optimal, terutama dalam kemampuan komunikasi, sosial, dan kemandirian.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), anak dengan autisme membutuhkan konsultasi ahli dari berbagai disiplin ilmu. Tim multidisiplin biasanya melibatkan dokter anak / neurolog anak, dokter rehabilitasi medik, psikolog, terapis wicara, terapis okupasi, dan terapis fisik yang bekerja sama.
Terapi perilaku dan komunikasi merupakan landasan utama perawatan autisme. Applied Behavior Analysis (ABA) bertujuan untuk melatih anak meningkatkan perilaku positif dan mencegah perilaku yang mengganggu.
Terapi wicara membantu meningkatkan keterampilan bahasa dan komunikasi, baik verbal maupun nonverbal (gestur, gambar, teknologi bantu).
Sementara, terapi okupasi mengajarkan keterampilan hidup sehari-hari seperti berpakaian, makan, dan berinteraksi dengan orang lain.
Terapi keluarga sangat penting karena keterlibatan orang tua dalam proses terapi. Keluarga dapat mengajarkan anak untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, berperilaku lebih baik, serta keterampilan hidup sehari-hari.
Relationship Development Intervention (RDI) melibatkan aktivitas yang meningkatkan motivasi dan kemampuan berpartisipasi dalam interaksi sosial.
Terapi spesifik sesuai kebutuhan anak meliputi berbagai pendekatan:
- Sensory Integration Therapy membantu anak yang sensitif terhadap suara, cahaya, atau sentuhan sehingga lebih nyaman dalam aktivitas harian.
- Kelompok keterampilan sosial untuk melatih keterampilan sosial dalam lingkungan terstruktur, seperti berbagi, bergiliran, dan bekerja sama
- Cognitive-Behavioral Therapy (CBT) untuk mengatasi kecemasan dan masalah perilaku
- Discrete Trial Training (DTT) khusus untuk anak prasekolah usia 3-5 tahun
Intervensi farmakologis dapat diberikan untuk mengendalikan gejala spesifik. Dokter mungkin meresepkan melatonin untuk masalah tidur, obat antikejang untuk kejang, obat antipsikotik untuk masalah perilaku, dan antidepresan untuk depresi.
Edukasi dan sekolah khusus sangat penting untuk perkembangan anak autis. Program edukasi yang terstruktur dapat membantu anak mengasah keterampilan, perilaku, serta kemampuan berkomunikasi.
Sekolah Luar Biasa dan program inklusi menyediakan lingkungan belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan anak autis.
Tempat Tes Alergi untuk Anak Autisme (Bisa Homecare)
Penelitian menunjukkan hubungan signifikan antara alergi makanan dan autisme. Studi dari Journal of the American Medical Association menemukan bahwa anak dengan alergi makanan, pernapasan, dan kulit secara signifikan lebih mungkin memiliki ASD dibandingkan anak tanpa alergi.
Tes alergi dapat membantu mengidentifikasi pemicu yang memperburuk gejala autisme. Penelitian menunjukkan bahwa penghindaran makanan tertentu dapat memberikan manfaat pada perilaku anak autis. Tes kulit (skin prick test) dan pemeriksaan IgE total dapat mengidentifikasi alergen spesifik.
Untuk kebutuhan tes alergi komprehensif bagi anak autisme, Tirta Medical Centre (TMC) menyediakan layanan berkualitas tinggi dengan laboratorium terpercaya dan terbaik di Indonesia. TMC merupakan klinik medical check up yang telah memiliki lebih dari 30 lokasi cabang di seluruh Indonesia, memastikan aksesibilitas pelayanan kesehatan yang optimal.
Keunggulan TMC terletak pada layanan Homecare TiCare yang memungkinkan pemeriksaan dilakukan di rumah atau kantor, sangat membantu untuk anak autis yang mungkin mengalami kesulitan dengan perubahan lingkungan. Pendekatan ini mengurangi stres anak dan memberikan kenyamanan optimal selama proses pemeriksaan.
TMC menyediakan Paket IgE Atopy Indonesia (54 Alergen) dengan harga Rp2.540.000. Paket ini mencakup pemeriksaan komprehensif terhadap 54 jenis alergen yang umum ditemukan di Indonesia, memberikan informasi lengkap untuk membantu manajemen diet dan lingkungan anak autis.
Note: Harga dapat berubah sewaktu-waktu, Sahabat Tirta dapat menghubungi kami untuk update biaya cek alergi atau reservasi promo TMC secara online di sini:
Deteksi dini autisme dan penanganan komprehensif yang melibatkan identifikasi alergi dapat significantly meningkatkan kualitas hidup anak dan keluarga. Kombinasi terapi yang tepat, dukungan keluarga, dan manajemen alergi memberikan harapan terbaik untuk perkembangan optimal anak dengan autisme di Indonesia.
Referensi:
- Autism Speaks. What causes autism?: https://www.autismspeaks.org/what-causes-autism
- Mayo Clinic. Autism spectrum disorder – Symptoms and causes: https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/autism-spectrum-disorder/symptoms-causes/syc-20352928
- Cleveland Clinic. Autism Spectrum Disorder (ASD) Symptoms & Causes: https://my.clevelandclinic.org/health/articles/autism
- Autism Science Foundation. Causes, Signs and Symptoms: https://autismsciencefoundation.org/causes-signs-and-symptoms/
- PubMed. Heritability of autism spectrum disorders: a meta-analysis of twin studies: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26709141/
- JAMA Network. Association of Food Allergy and Other Allergic Conditions With Autism Spectrum Disorder in Children: https://jamanetwork.com/journals/jamanetworkopen/fullarticle/2683952
- IDAI. Autisme: Adakah harapan?: https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/autime-adakah-harapan
- Kemenkes. Autisme Ada di Sekeliling Kita, Mari Wujudkan Kepedulian Kita!: https://kemkes.go.id/id/autisme-ada-di-sekeliling-kita-mari-wujudkan-kepedulian-kita
- Kemenkes. Kenali dan Deteksi Dini Individu dengan Spektrum Autisme Melalui Pendekatan Keluarga untuk Tingkatkan Kualitas Hidupnya: https://kemkes.go.id/id/kenali-dan-deteksi-dini-individu-dengan-spektrum-autisme-melalui-pendekatan-keluarga-untuk-tingkatkan-kualitas-hidupnya
- CDC. Data and Statistics on Autism Spectrum Disorder: https://www.cdc.gov/autism/data-research/index.html
- Scientific Reports. An ecological study shows increased prevalence of autism spectrum disorder in children living in a heavily polluted area: https://www.nature.com/articles/s41598-024-67980-0
- PMC. The evaluation of food allergy on behavior in autistic children: https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4757079/